Translate
Minggu, 27 Mei 2012
Kamis, 17 Mei 2012
Makalah Aswaja sebagai Manhjul Fikr
Definisi Aswaja
Dari segi bahasa, Ahlussunnah berarti penganut Sunnah Nabi, sedangkan Ahlul Jama’ah berarti penganut kepercayaan jama’ah para sahabat Nabi. Karena itu, kaum “Ahlussunnah wal Jama’ah” (ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah) adalah kaum yang menganut kepercayaan yang dianut oleh Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Kepercayaan Nabi dan sahabat-sahabatnya itu telah termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi secara terpencar-pencar, yang kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar, yaitu Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun).
Dari segi bahasa, Ahlussunnah berarti penganut Sunnah Nabi, sedangkan Ahlul Jama’ah berarti penganut kepercayaan jama’ah para sahabat Nabi. Karena itu, kaum “Ahlussunnah wal Jama’ah” (ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah) adalah kaum yang menganut kepercayaan yang dianut oleh Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Kepercayaan Nabi dan sahabat-sahabatnya itu telah termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi secara terpencar-pencar, yang kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar, yaitu Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun).
Menurut
Dr. Jalal Muhammad Musa dalam karyanya Nasy’ah al-Asy’âriyyah wa Tathawwurihâ,
istilah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) mengandung dua konotasi, ‘âmm
(umum/global) dan khâshsh (spesifik). Dalam makna ‘âmm, Ahlussunnah wal Jama’ah
adalah pembanding Syi’ah, termasuk Mu’tazilah dan kelompok lainnya, sedangkan
makna khâshsh-nya adalah kelompok Asy’ariyah (pengikut mazhab Imam Abu al-Hasan
al-Asy’ari) dalam pemikiran kalam.
Dr.
Ahmad ‘Abd Allah At-Thayyar dan Dr. Mubarak Hasan Husayn dari Universitas
Al-Azhar mengatakan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk Allah Swt., dan mengikuti sunnah Rasul, serta mengamalkan
ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah secara praktik dan
menggunakannya sebagai manhaj (jalan pikiran) dan tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari.
Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. al-Hasyr: 7).
Dengan
arti seperti di atas, apa yang masuk dalam kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah,
pertama-tama adalah para sahabat Nabi, para tabi’in dan tabiit-tabi’in, serta
semua orang yang mengikuti jalan Nabi Muhammad Saw. sampai hari kiamat kelak.
Al-Ustadz
Abu al-Faidl ibn al-Syaikh ‘Abd al-Syakur al-Sanori dalam karyanya kitab
al-Kawâkib al-Lammâ’ah fî Tahqîq al-Musammâ bi ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah’
menyebut Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai kelompok atau golongan yang senantiasa
setia mengikuti sunnah Nabi Saw., dan petunjuk para sahabatnya dalam akidah,
amaliah fisik (fiqh) dan akhlak batin (tashawwuf). Kelompok itu meliputi ulama
kalam (mutakallimûn), ahli fikih (fuqahâ) dan ahli hadits (muhadditsûn) serta
ulama tashawuf (shûfiyyah). Jadi, pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah menurut
‘urf khâshsh (adat kebisaaan) adalah kelompok muhadditsin, shufiyah, Asy’ariyah
dan Maturidiyah. Pengikut mereka inilah yang kemudian juga dapat disebut
Ahlussunnah wal Jama’ah, dan selainnya tidak, dalam konteks ‘urf khâshsh tadi.
Adapun menurut pengertian ‘âmm Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok atau
golongan yang senantiasa setia melaksanakan Sunnah Nabi Saw. dan petunjuk para
sahabatnya. Dengan kata lain, substansi Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mereka
yang memurnikan Sunnah, sedangkan lawannya adalah ahli bid’ah (ahl al-bid’ah).
Ahmad
Amin dalam Zhuhr al-Islâm, juga menjelaskan bahwa Sunnah dalam istilah Ahl
al-Sunnah berarti hadits. Oleh karena itu, berbeda dengan kaum Mu’tazilah,
Ahlussunnah percaya terhadap hadits-hadits sahih, tanpa harus memilih dan
menginterpretasikannya. Adapun Jamâ’ah, dalam pandangan al-Mahbubi, adalah
umumnya/mayoritas umat Islam (‘âmmah al-muslimîn) serta jumlah besar dan
khalayak ramai (al-jamâ’ah al-katsîr wa al-sawâd al-a’zham).
Secara
lebih terperinci, al-Baghdadi menegaskan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah terdiri
dari 8 (delapan) kelompok besar, yaitu: mutakallimin, fuqaha, ahli hadis, ahli
bahasa, ahli qira’at, sufi atau zahid, mujahid, dan masyarakat awam yang
berdiri di bawah panji-panji Ahlussunnah wal Jama’ah.
Menurut
Harun Nasution term Ahlussunnah wal Jamaah timbul sebagai reaksi terhadap
faham-faham golongan mu’tazilah yang tidak begitu berpegang pada Sunnah atau
tradisi karena meragukan keotentikan Sunnah. Selain itu Mu’tazilah bukan paham
yang populer dikalangan rakyat biasa yang terbiasa dengan pemikiran yang
sederhana. Karena persoalan itu muncullah term Ahlussunnah wal Jama’ah yang
berarti golongan yang berpegang teguh pada Sunnah (tradisi) dan merupahan faham
mayoritas ummat.
Jika
ditelusuri secara teoritis, definisi dari istilah Sunni/Aswaja akan sulit
didapatkan secara pasti dan konsensus. Hal ini salah satunya disebabkan karena
adanya perbedaan dalam menggunakan istilah sunni secara akademik dan politik.
Terlepas dari perbedaan tentang pengertian Sunnah tadi terdapat persamaan bahwa
Sunnah adalah kebiasaan Nabi baik berupa praktek ibadah maupaun praktek
kehidupan Rasulullah sebagai makhluk sosial yang butuh berinteraksi dengan alam,
manusia dan Tuhannya. Dalam perkembangan Islam Sunni dapat dipandang dengan dua
perspektif yaitu Sunni sebagai pemikiran aliran dan Sunni sebagai sejarah
politik. Pertama, Sunni sebagai pemikiran aliran yakni Sunni dalam dataran
akademis tidak dibatasi oleh madzhab seperti pembatasan hanya ada dua imam
dalam theologi (Asy’ariyah Dan Al-Maturidiyah), dua imam dalam bidang tasawuf
(Al-Ghazali dan Junaidi), dan empat imam fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hambali).
Dua
definisi ini menggambarkan adanya definisi yang bersifat terminologis
(ishthilâhiy) dan definisi yang bersifat substantif. Ini artinya, dalam istilah
Ahlussunnah wal Jama’ah ada aspek jawhar atau hakekat dan ada aspek ‘ardl atau
formal. Dalam dua aspek ini, apa yang mendasar adalah aspek jawhar-nya,
sedangkan aspek ‘ardl-nya dapat mengalami revitalisasi dan pembaruan, karena
terkait dengan faktor historis.
Seperti
diketahui, istilah Ahlussunnah wal Jama’ah muncul berkaitan dengan hadirnya
mazhab-mazhab, sehingga ketika hasil pemikiran mazhab yang bersifat relatif,
atau tidak absolut itu mengalami revitalisasi, maka pengertian Ahlussunnah wal
Jama’ah pun harus dikembalikan kepada arti substansinya.
Pengertian
substansi Ahlussunnah wal Jama’ah dalam konteks akidah adalah paham yang
membendung paham akidah Syi’ah (dalam konteks historis juga paham akidah
Mu’tazilah) yang dinilai sebagai kelompok bid’ah, yakni kelompok yang melakukan
penyimpangan dalam agama karena lebih mengutamakan akal dari pada naql (Qur’an)
dalam merumuskan paham keagamaan Islamnya.
Dengan
demikian, pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah secara substantif adalah kelompok
yang setia terhadap sunnah, dengan menggunakan manhaj berpikir mendahulukan
nashsh daripada akal. Sebagai gerakan, sebelum diinstitusikan dalam bentuk
mazhab, kelompok ini melakukan pembaruan paham keagamaan Islam agar sesuai
dengan Sunnah atau ajaran murni Islam (purifikasi), sehingga orang Barat
menyebut Ahlussunnah wal Jama’ah dengan orthodox sunni school. Di antara
kelompok yang berhasil melakukan pembaharuan seperti ini adalah pengikut Imam
al-Asy’ari (Asy’ariyah).
Dua Konsep Sunni Yang Patut Menjadi Referensi Pergerakan
a. Konsep Maslahat
Pemikiran
sunni yang pada awalnya adalah respon terhadap kondisi umat islam yang chaos
memang cenderung konservatif, dekat dengan penguasa dan terkesan tidak
memberikan ruang yang lebih luas kepada rakyat untuk menyalurkan
kepentingannya. Pemikiran Sunni seperti Ibnu Taimiyah, Al-Ghazali dan Al-
Mawardi cenderung memberikan celah bagi terbentuknya kekuasaan yang otoriter.
Ada beberapa pemikiran dasar Sunni yang sebenarnya menjadi embrio politik
ekonomi yang memihak pada kepentingan rakyat diantaranya adalah konsep amanah,
adil dan maslahat. Pertama, konsep maslahat. Bagi pemikir Sunni salah satu
tujuan sebuah kekuasaan menurut pemikir Sunni adalah untuk mensejahtarakan
rakyat. Dalam hal ini ada sebuah kaidah yang mengatakan stasharruful imam ‘ala
al-ra’iyah manuthun bil maslahah (semua kebijakan pemimpin harus didasari
pertimbangan kemaslahatan umat). Kaitannya dengan upaya membangun Visi
kerakyatan fiqih, konsep maslahat setidaknya memberikan tiga kontribusi :
pertama, menjaga keberpihakan pada kepentingan umum. Kedua, mengontrol kelompok
yang mempunyai otoritas politik, ekonomi maupun intelektual dalam membuat
kebijakan publik agar tidak didominasi oleh kepentingan individu atau golongan.
Ketiga, menyelaraskan kepentingan syari’at dengan kepentingan manusia sebagai
makhluk yang mempunyai kebutuhan dunia.
b. Konsep Amanah
Terkait
dengan konsep amanah ada dua pemikiran Sunni yang pemikirannya telah populer
pada saat ini, Imam Ghazali, Ibnu Taimiyah dan al- Mawardi. Mereka sepakat
bahwa terbentuknya sebuah negara selain untuk menjamin terpeliharanya syariat
dalam kehidupan manusia juga untuk menciptakan kemaslahatan kehidupan dunia
manusia. Pendapat kedua pemikiran tadi memang tidak seekstrim teori kontrak
sosial dalam kamus politik konvensional meskipun demikian konsep amanah yang
ditawarkan Ibnu Taimiyah dan Al-Ghazali tadi merupakan modal untuk membangun
konstruksi fiqih dengan visi kerakyatan yang kuat.
Perkembangan Konsep Aswaja Di PMII
Dalam alur besar pemikiran Ahlussunnah Wal
Jama’ah ada dua pemahaman yang selama ini sering diperdebatkan. Yang pertama
Aswaja dipahami sebagai sebuah madzhab yang sudah baku dan transeden. Misalnya
dalam fiqh disandarkan pada empat imam yaitu imam Syafi’i, Hanafi, Hambali, dan
Maliki, dua imam teologi Maturidi dan Imam Asy’ari dan dua imam tasawuf yaitu
Imam Al- Junaidi dan Imam Ghazali.
Konsep
yang kedua memandang Aswaja sebagai metodologi berfikir (manhaj). Konsep Aswaja
sebgai manhaj fikr lebih adaptif, eklektik dan mengakui pemikiran yang
filosofis dan sosiologis. Pemahaman Aswaja tersebut dipopulerkan para kiai muda
seperti Abdurrahman Wahid, Said Aqil Siraj dan tokoh-tokoh muda lainnya. Dalam
sejarah PMII, kata independen bisa disebut kata suci. Bagi organisasi
kemahasiswaan ini, perdebatan tentang independensi organisasi mempunyai sejarah
paling panjang dan tidak habis-habisnya melahirkan kontroversi. Karena
persoalan independensi itulah, melalui Mubes di Murnajati (Jatim) 14 juli 1971
PMII menyatakan diri putus hubungan dengan NU (organisasi yang pada awalnya
menjadi induk PMII) secara struktural (baca deklarasi Murnajati). Meskipun
demikian dilihat dari pola pikirnya dan landasan teologinya, ada kesamaan
antara PMII dan NU, keduanya mencoba menjadi pengawal gerbang ajaran
Ahlussunnah Wal Jama’ah. Hanya hanya saja PMII lebih mengembangkan Aswaja
sebagai Ideologi elektik dan adaptif demi terwujudnya Islam rahmatan lil
‘alamin. Sebagaian besar kader PMII yang lahir dari kalangan pesantren masih memegang
hirarki yudisial dalam sistem bermadzhab meskipun terkesan liberal dalam
berfikir. Meskipun demikian penggunaan metodologi keilmuan seperti filsafat,
sosiologi, linguistik, tidak bisa dipungkiri sangat dibutuhkan untuk
menterjemahkan sumber hukum tersebut dalam konteks kekinian. Dengan pola pikir
seperti itu, tokoh seperti KH. Said Aqiel, Gus Dur dan juga Ulil Abshar sering
menjadi referensi bagi kader-kader PMII. Dalam perkembangan pemikiran
selanjutnya, dalam konteks sosial keagamaan Aswaja diterjemahkan sebagai manhaj
yang mengakui proses dialektika sejarah pemikiran dan pergerakan. Konsepsi
Aswaja yang mengakui pemikiran yang filosofis yang sosiologis. Hal tersebut
tentunya tidak lepas dari hasil perjuangan para kyai muda seperti Said Aqiel
Siraj. Ia menawarkan definisi baru mengenai Aswaja sebagai manhaj. Secara
sempurna definisi Aswaja menurutnya adalah; “ Manhaj Al-fikr Al-Diny al Syiml
‘Ala Syu’un Al Hayat wa Mu’tadlayatiha Al Khaim Ala Asas Al Tawasuh Wal
Tawazzun Wal Al i’tidal Wa Al Tasamuh (metode berfikir keagamaan yang mencakup
segala aspek kehidupan dan berdiri di atas prinsip keseimbangan, balancing,
jalan tengah dan netral dalam aqidah penengah dalam permasalahan kehidupan
sosial kemasyarakatan serta keadilan dan toleransi dalam politik). Dari paparan
diatas sekiranya dapat diambil kesimpulan bahwa, PMII lebih condong untuk
memakai Aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr dari pada sebagai madzhab. Said Aqil
Siraj mengatakan bahwa aswaja akan menjadi paradoks ketika Aswaja hanya
dipahami sebagai madzhab. Karena hal ini bertentangan dengan fakta sejarah
kelahiran Aswaja itu sendiri. Aswaja adalah paham inklusif bagi seluruh umat
islam. Bukan milik organisasi atau institusi tertentu.
Makalah Akidah Islam tentang Allah
BAB I
PENDAHULUAN
Iman kepada Allah termasuk rukun iman yang
pertama dan yang paling pokok di zaman modern sekarang banyak bermunculan
tentang aliran-aliran yang menyesatkan.
Karena banyaknya manusia-manusia zaman
sekarang yang lupa akan tuhannya. Kata-kata iman hanya dibibir saja. Iman itu
diyakini di dalam hati, diucapkan pada lisan dan di lakukan dengan perbuatan
maka dari itu dalam pembahasan ini akan menguak tetang adanya Allah dengan
segala pembuktiannya sekaligus sifat-sifatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Beriman Kepada Allah
Pokok dari segala pokok aqidah adalah
beriman kepada Allah SWT yang berpusat pada pengakuan terhadap eksistensi dan
kemahaesaan-Nya.
Pengakuan terhadap kemahaesaan dalam
segala-galanya dan zat-Nya, artinya tidak ada persamaannya dalam seluruh zat
yang kita kenal dalam ilmu fisika. Dia maha esa dan sifat-sifatnya. Dia maha
esa dalam wujud-Nya artinya hanya Allah sajalah yang wajibul wujud. Sedangkan
yang lainnya hanya mumkinul wujud.
Oleh karena itu, kalimat pengakuan islam
adalah La Ilaha Ilallah (tidak ada tuhan selain Allah).
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#t öNs9ur ôs9qã ÇÌÈ öNs9ur `ä3t ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ
Artinya: "Katakanlah: "Dia-lah Allah,
yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia." (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
B. Metode Pembuktian Adanya
Allah
Untuk membuktikan adanya Allah, al-Qur'an
menunjukkan suatu metode, yakni dengan menyelidiki hakikat kejadian manusia dan
alam sekitar. (QS. Ali Imran(3): 190- 191, QS. Al-A'raf(7): 185, QS.
Al-Anbiya'(21): 22, dan masih banyak lagi ayat lainnya).
Dalam membuktikan wujud Allah, Ibn Rusyd,
seorang filosof muslim, memberikan 2 cara:
Pertama, dalil al-Inayah intinya bahwa sesungguhnya
kesempurnaan struktur susunan alam semesta ini menunjukkan adanya suatu tujuan
tertentu pada alam.
Alam adalah natijah dari hikmah ketuhanan
yang sangat mendalam.
Kedua, dalil ikthira' intinya bahwa yang ada (maujud)
yang kita lihat adalah makhluk (dijadikan) terutama pada makhluk hidup, manusia
sangat lemah untuk menciptakan walaupun hanya seekor binatang kecil.
Dari penjelasan ini dapat menarik
kesimpulan tentang bukti-bukti adanya Allah SWT.
1. Karena hakikat manusia itu
adalah makhluk bertuhan
Pada hakikatnya, manusia membutuhkan dzat
yang maha kuasa sebagai tempat berlindung.
2. Adanya bukti dari ayat-ayat
al-Qur'an
Di dalam al-Qur'an banyak dijumpai
ayat-ayat yang menyebutkan keberadaan Allah.
3. Terjadinya alam semesta
Keberadaan alam semesta ini membuktikan
bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat tentang adanya Tuhan yang telah
menciptakan semuanya.
4. Adanya kejadian manusia
Manusia dengan segala kelebihan dan
keunikannya, tidak mungkin ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakannya.
Manusia diciptakan Allah dari bahan yang sederhana dan rendah nilainya, yakni
unsur tanah.
5. Adanya kitab al-Qur'an
Al-Qur'an sejak diturunkan kepada Nabi
muhammad SAW tidak ada yang mampu menandinginya, baik dari segi sastra, bahasa,
apalagi isi kadungannya.
Ini membuktikan bahwa ada dzat yang maha
besar dan maha sempurna yang telah mewahyukan al-Qur'an.
Lima landasan pokok tersebut mampu
membuktikan bahwa Allah itu benar-benar wujud (ada).
Selain dalil-dalil yang membuktikan adanya
Allah ada juga dalil-dalil yang lain yaitu:
1. Dalil kosmologis
Dalil kosmologis (cosmogical argument)
atau dalil penciptaan merupakan pembuktian paling tua dan sederhana tentang
eksistensi Allah.
Intinya adalah bahwa segala sesuatu yang
ada (wujud) itu pasti ada yang menciptakan sebab seluruh kejadian dan
perwujudan yang ada di alam semesta ini, selamanya, bergantung pada adanya
peruwujudan yang lain.
2. Dalil teologis
Dalil ini merupakan dalil yang amat
populer, dan ini merupakan penerapan dalil kosmologis dalam bentuknya yang
lain.
Intinya dalil ini adalah bahwa segala
perwujudan tersusun dalam sistem yang amat teratur, dan setiap benda yang ada
di alam semesta ini memiliki tujuan-tujuan tertentu.
3. Dalil ontologis
Dalil ini untuk pertama kalinya
dikemukakan oleh Anselm (1033-1109) yang kemudian dipertajam oleh Descartes
pada permulaan abad modern ini. Intinya adalah bahwa manusia memiliki konsep
tentang sesuatu yang sempurna.
Ketiga macam dalil tersebut, disebut
sebagai dalil klasik yang kini jarang dipergunakan orang, terutama di kalangan
kaum terpelajar.
4. Dalil moral
Inti dalil ini adalah bahwa dikalangan
umat manusia di dunia ini berlaku nilai-nilai moral, seperti kebenaran,
kebahagiaan dan keadilan.
C. Sifat-Sifat Allah
Disamping sifat maha esa, al-Qur'an juga
menyebutkan sifat-sifat lain, semisal ar-Rahman (maha pengasih), ar-Rahim (maha
mengetahui), as-Sami' (maha mendengar), al-Alim (maha mengetahui).
Para ulama menyimpulkan sifat-sifat Allah
dalam al-Qur'an ada 20 kemudian di sederhanakan menjadi 13 kemudian diringkas
pula menjadi 1 yakni sifat maha sempurna (al-Kamal).
Sifat-sifat Allah terbagi menjadi sifat
wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.
1. Sifat wajib Allah
Adalah sifat yang harus ada pada dzat
Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya.
Maka sifat Allah wajib diyakini dengan
akal (aqli) berdasarkan al-Qur'an dan sunnah Rasul (wajib naqli).
a. Wajib (الوجود) artinya ada.
Maksudnya adanya Allah itu bukan karena
ada yang menciptakan, tetapi karena ada dengan sendirinya.
b. Qidam (القدام) artinya dahulu
Maksudnya bahwa Allah terdahulu tanpa
didahului oleh sesuatu
c. Baqa' (البقاء) artinya kekal
Maksudnya Allah itu kekal tidak
berubah-ubah sebagaimana makhluk-Nya. Yang selalu mengalami proses perubahan
dan kehancuran.
d. Mukhalafatu lil hawaditsi (المخالفة للحواث)
artinya berbeda dengan semua makhluknya.
Maksudnya Allah berbeda dengan semua
makhluknya. Dzat maupun sifat-sifat Allah itu berbeda dengan sifat-sifat
makhluk-Nya.
e. Qiyamuhu binafsihi (القيامة بنفسه)
artinya berdiri sendiri tanpa memerlukan yang lain
Maksudnya adalah Allah tidak membutuhkan
bantuan apapun dan siapapun.
f. Wahdaniyah (الوحدايسة) artinya maha esa
(tunggal)
Maksudnya adalah Allah itu hanya
satu-satunya (tunggal). Kalau Allah itu ada 2 maka akan timbul kehancuran alam
semesta ini.
g. Qudrat (القدرة) artinya maha kuasa
Maksudnya Allah itu kuasa atas segalanya
kekuasaan Allah itu tidak ada yang menyamainya.
h. Iradat (الارادة) artinya maha
berkehendak
Maksudnya bahwa Allah bebas berkehendak
atau kemauan-Nya tanpa ada yang memerintahkan dan menghalangi-Nya.
i.
Ilmu (العلم)
artinya mengetahui
Maksudnya adalah Allah itu maha mengetahui
atas segala sesuatu. Ilmu Alah itu bersifat lengkap, menyeluruh, luas dan
mendalam.
j.
Hayat (الحياة) artinya hidup
Maksudnya adalah Allah itu maha hidup, ia
hidup sebagaimana ia. Tanpa didahului oleh tidak ada atau tidak hidup, dan
hidunya Allah itu tidak berkesudahan.
k. Sama' (السمع) artinya mendengar
Maksudnya adalah Allah itu maha mendengar,
baik yang nyaring, samar, bahkan yang tidak terdengar sama sekali oleh telinga
manusia.
l.
Bashar (البصر) artinya melihat
Maksudnya adalah Allah maha melihat segala
sesuatu yang kecil maupun yang tersembunyi, tanpa bantuan alat penglihatan.
m. Kalam (الكلام) artinya
berkata-kata atau berfirman
Maksudnya Allah itu tidak bisu karena bisu
adalah sifat kekurangan. Allah berkomunikasi dengan hamba yang dikehendaki-Nya.
n. Qadiran artinya maha kuasa
Maksudnya bahwa Allah adalah dzat yang
maha kuasa atas segala sesuatu
o. Muridan artinya maha
berkehendak
Maksudnya bahwa Allah adalah dzat yang
maha berkehendak atas segala sesuatu
p. Aliman artinya maha
mengetahui
Maksudnya bahwa Allah adalah dzat yang
maha mengetahui atas segala sesuatu
q. Hayyan artinya maha hidup
Sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha
hidup, hidup selamanya dan tidak akan mati.
r.
Sami'an artinya maha mendengar.
Sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha
mendengar atas segala sesuatu.
s. Bashiran artinya maha
melihat
Sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha
melihat atas segala sesuatu
t.
Muttakaliman artinya maha berkata-kata
Sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha
berkata-kata atau berfirman
Selain wajib bagi Allah tersebut dapat
dibagi menjadi 4 bagian:
- Sifat nafsiyah ialah sifat yang berhubungan dengan diri dzat Allah SWT. Adapun yang termasuk pada kelompok sifat nafsiyah adalah wujuudu.
- Sifat salbiyah ialah sifat Allah yang menolak atau menafikan sifat-sifat yang sesuai atau tidak layak bagi Allah SWT.
Sifat-sifat tersebut adalah: al-Qidamu
menafikan al-Hudutsu, al-Baqa'u menafikan al-Fana'u, al-Mukhalafatu lil
hawaditsi menafikan al-Mumaat-salatu lilhawaditsi, al-Qiyamu binafsihi
menafikan al-Ihtiyajuu ilaa qhairihi, dan al-Wahdaaniyatu menafikan
at-Ta'addudu.
- Sifat ma'ani ialah sifat yang memastikan bahwa yang disifati itu memiliki sifat tersebut. Yang termasuk sifat ma'ani ialah: al-Qudratu, al-Iraadatu, al-Ilmu, al-Hatu, as-Sami'u, al-Basharu, Al-Kalamu.
- Adapun sifat ma'nawiyyah ialah sifat yang berhubungan dengan sifat ma'ani atau sebagai kelanjutan dari ke-7 sifat ma'ani yaitu: Kaunuhu qaadiran, Kaunuhu murridan, Kaunuhu 'aaliman, Kaunuhu hayyan, Kaunuhu samiian, Kaunuhu bashiran, Kaunuhu mutakkaliman.
2. Sifat Mustahil Allah
Adalah sifat yang tidak mungkin ada pada
Allah. Sifat ini merupakan kebalikan dari sifat wajib Allah.
a. Adam artinya tidak ada
b. Huduts artinya baharu atau
permulaan
c. Fana' artinya rusak
d. Mumatsalatu ulhawaditsi
artinya menyerupai yang baru atau makhluk
e. Ihtiyaju li ghairihi artinya
membutuhkan sesuatu selain dirinya
f. Ta'adud artinya berbilang
atau lebih dari 1
g. Ajzun artinya lemah
h. Karahah artinya terpaksa
i.
Jahlun artinya bodoh
j.
Maut artinya mati
k. Shamamun artinya tuli
l.
Umyun artinya buta
m. Bukmun artinya bisu
n. Ajizan artinya maha lemah
o. Mukrahan artinya maha
terpaksa
p. Jahilan artinya maha bodoh
q. Mayyitan artinya maha mati
r.
Ashamma artinya maha tuli
s. A'ma artinya maha buta
t.
Abkama artinya maha bisu
3. Sifat jaiz Allah
Secara bahasa jaiz berarti boleh.
Sifat jaiz Allahh adalah sifat yang boleh
ada dan boleh tidak ada pada Allah.
Sifat jaiz Allah adalah fi'lu kulli
mumkinin au tarkuhu artinya memperbuat sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak
memperbuatnya.
D. Asmaul Khusna (nama-nama
Allah yang Baik)
Asmaul khusna adalah nama-nama Allah yang
baik atau indah. Nama-nama ini dijadikan jalan untuk bermakrifat kepada Allah.
Dengan cara memahami baik-baik nama-nama itu. Adapun jumlah nama-nama tersebut
berjumlah 99 nama yaitu sebagai berikut:
1.
Ar-Rahman Artinya Yang Maha Pemurah
2.
Ar-Rahim Artinya Yang Maha Mengasihi
3.
Al-Malik Artinya Yang Maha Menguasai /
Maharaja Teragung
4.
Al-Quddus Artinya Yang Maha Suci
5.
Al-Salam Artinya Yang Maha Selamat
Sejahtera
6.
Al-Mu'min Artinya Yang Maha Melimpahkan
Keamanan
7.
Al-Muhaimin Artinya Yang Maha Pengawal
serta Pengawas
8.
Al-Aziz Artinya Yang Maha Berkuasa
9.
Al-Jabbar Artinya Yang Maha Kuat Yang
Menundukkan Segalanya
10. Al-Mutakabbir Artinya Yang Melengkapi Segala kebesaranNya
11. Al-Khaliq Artinya Yang Maha Pencipta
12. Al-Bari Artinya Yang Maha Menjadikan
13. Al-Musawwir Artinya Yang Maha Pembentuk
14. Al-Ghaffar Artinya Yang Maha Pengampun
15. Al-Qahhar Artinya Yang Maha Perkasa
16. Al-Wahhab Artinya Yang Maha Penganugerah
17. Al-Razzaq Artinya Yang Maha
Pemberi Rezeki
18. Al-Fattah Artinya Yang Maha Pembuka
19. Al-'Alim Artinya Yang Maha Mengetahui
20. Al-Qabidh Artinya Yang Maha Pengekang
21. Al-Basit Artinya Yang Maha Melimpah Nikmat
22. Al-Khafidh Artinya Yang Maha Perendah / Pengurang
23. Ar-Rafi' Artinya Yang Maha Peninggi
24. Al-Mu'izz Artinya Yang Maha Menghormati / Memuliakan
25. Al-Muzill Artinya Yang Maha Menghina
26. As-Sami' Artinya Yang Maha Mendengar
27. Al-Basir Artinya Yang Maha Melihat
28. Al-Hakam Artinya Yang Maha Mengadili
29. Al-'Adl Artinya Yang Maha Adil
30. Al-Latif Artinya Yang Maha Lembut serta Halus
31. Al-Khabir Artinya Yang Maha Mengetahui
32. Al-Halim Artinya Yang Maha Penyabar
33. Al-'Azim Artinya Yang Maha Agung
34. Al-Ghafur Artinya Yang Maha Pengampun
35. Asy-Syakur Artinya Yang Maha Bersyukur
36. Al-'Aliy Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia
37. Al-Kabir Artinya Yang Maha Besar
38. Al-Hafiz Artinya Yang Maha Memelihara
39. Al-Muqit Artinya Yang Maha Menjaga
40. Al-Hasib Artinya Yang Maha Penghitung
41. Al-Jalil Artinya Yang Maha Besar serta Mulia
42. Al-Karim Artinya Yang Maha Pemurah
43. Ar-Raqib Artinya Yang Maha Waspada
44. Al-Mujib Artinya Yang Maha Pengkabul
45. Al-Wasi' Artinya Yang Maha Luas
46. Al-Hakim Artinya Yang Maha Bijaksana
47. Al-Wadud Artinya Yang Maha Penyayang
48. Al-Majid Artinya Yang Maha Mulia
49. Al-Ba'ith Artinya Yang Maha Membangkitkan Semula
50. Asy-Syahid Artinya Yang Maha Menyaksikan
51. Al-Haqq Artinya Yang Maha Benar
52. Al-Wakil Artinya Yang Maha Pentadbir
53. Al-Qawiy Artinya Yang Maha Kuat
54. Al-Matin Artinya Yang Maha Teguh
55. Al-Waliy Artinya Yang Maha
Melindungi
56. Al-Hamid Artinya Yang Maha
Terpuji
57. Al-Muhsi Artinya Yang Maha
Penghitung
58. Al-Mubdi Artinya Yang Maha
Pencipta dari Asal
59. Al-Mu'id Artinya Yang Maha Mengembali dan Memulihkan
60. Al-Muhyi Artinya Yang Maha Menghidupkan
61. Al-Mumit Artinya Yang Mematikan
62. Al-Hayy Artinya Yang Senantiasa Hidup
63. Al-Qayyum Artinya Yang Hidup serta Berdiri Sendiri
64. Al-Wajid Artinya Yang Maha Penemu
65. Al-Majid Artinya Yang Maha Mulia
66. Al-Wahid Artinya Yang Maha Esa
67. Al-Ahad Artinya Yang Tunggal
68. As-Samad Artinya Yang Menjadi Tumpuan
69. Al-Qadir Artinya Yang Maha Berupaya
70. Al-Muqtadir Artinya Yang Maha Berkuasa
71. Al-Muqaddim Artinya Yang Maha Menyegera
72. Al-Mu'akhkhir Artinya Yang Maha Penangguh
73. Al-Awwal Artinya Yang Pertama
74. Al-Akhir Artinya Yang Akhir
75. Az-Zahir Artinya Yang Zahir
76. Al-Batin Artinya Yang Bati
77. Al-Wali) Artinya Yang Wali / Yang Memerintah
78. Al-Muta'ali Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia
79. Al-Barr Artinya Yang banyak membuat kebajikan
80. At-Tawwab Artinya Yang Menerima Taubat
81. Al-Muntaqim Artinya Yang Menghukum Yang Bersalah
82. Al-'Afuw Artinya Yang Maha Pengampun
83. Ar-Ra'uf Artinya Yang Maha Pengasih serta Penyayang
84. Malik-ul-Mulk Artinya Pemilik Kedaulatan Yang Kekal
85. Dzul-Jalal-Wal-Ikram Artinya Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan
86. Al-Muqsit Artinya Yang Maha Saksama
87. Al-Jami' Artinya Yang Maha Pengumpul
88. Al-Ghaniy Artinya Yang Maha Kaya Dan Lengkap
89. Al-Mughni Artinya Yang Maha Mengkayakan dan Memakmurkan
90. Al-Mani' Artinya Yang Maha Pencegah
91. Al-Darr Artinya Yang Mendatangkan Mudharat
92. Al-Nafi' Artinya Yang Memberi Manfaat
93. Al-Nur Artinya Cahaya
94. Al-Hadi Artinya Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk
95. Al-Badi' Artinya Yang Maha Pencipta Yang Tiada BandinganNya
96. Al-Baqi Artinya Yang Maha Kekal
97. Al-Warith Artinya Yang Maha Mewarisi
98. Ar-Rasyid Artinya Yang Memimpin Kepada Kebenaran
99. As-Sabur Artinya Yang Maha Penyabar/Sabar
BAB III
KESIMPULAN
Dari
penjabatan ini dapat disimpulkan:
1.
Beriman Kepada Allah adalah percaya akan
adanya Allah SWT
2. Pokok dari segala aqidah
Islam adalah beriman kepada Allah
3. Untuk membuktikan adanya
Allah, yaitu dengan menyelidiki hakikat kejadina manusia dan alam sekitar
4. Pembuktian adanya Allah
yaitu;
-
Hakikat manusia itu adalah makhluk bertuhan
-
Adanya bukti dari ayat-ayat al-Qur'an
-
Terjadinya alam semesta
-
Adanya kejadian manusia
-
Adanya kitab al-Qur'an
5. Ada juga dalil-dalil lain
yang membuktikan adanya Allah yaitu:
-
Dalil Kosmologi
-
Dalil Teologis
-
Dalil Ontologis
-
Dalil Moral
6. Sifat-Sifat Allah dibagi
atas
-
Sifat wajib Allah
-
Sifat jaiz Allah
-
Sifat mustahil Allah
7. Asmaul khusna adalah nama-nama
Allah yang baik atau indah.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Rosihan Anwar, Akidah Akhlak, Pustaka
Setia, Bandung, 2008
www.google.com
Langganan:
Postingan (Atom)