Translate

Kamis, 17 Mei 2012

Makalah Akhlak Bernegara


BAB I
PEMBAHASAN


A.    Musyawarah
Islam telah menganjurkan musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak ayat dalam al-Qur'an, ia menjadikannya suatu hal terpuji dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara; dan menjadi elemen penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang beriman dimana keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna kecuali dengannya, ini disebutkan dalam surat khusus, yaitu surat as syuura, Allah berfirman: (Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.) (QS. as Syuura: 38)
            Oleh karena kedudukan musyawarah sangat agung maka Allah I menyuruh rasulnya melakukannya, Allah berfirman: (Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.) (QS. Ali Imran: 159)
            Perintah Allah kepada rasulnya untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya setelah tejadinya perang uhud dimana waktu itu Nabi telah bermusyawarah dengan mereka, beliau mengalah pada pendapat mereka, dan ternyata hasilnya tidak menggembirakan, dimana umat Islam menderita kehilangan tujuh puluh sahabat terbaik, di antaranya adalah Hamzah, Mush'ab dan Sa'ad bin ar Rabi'. Namun demikian Allah menyuruh rasulnya untuk tetap bermusyawarah dengan para sahabatnya, karena dalam musyawarah ada semua kebaikan, walaupun terkadang hasilnya tidak menggembirakan.





1)      Musyawarah Rasulullah dengan para sahabatnya
Rasulullah r adalah orang yang suka bermusyawarah dengan para sahabatnya, bahkan beliau adalah orang yang paling banyak bermusyawarah dengan sahabat. Beliau bermusyawarah dengan mereka di perang badar, bermusyawarah dengan mereka di perang uhud, bermusyawarah dengan mereka di perang khandak, beliau mengalah dan mengambil pendapat para pemuda untuk membiasakan mereka bermusyawarah dan berani menyampaikan pendapat dengan bebas sebagaimana di perang uhud. Beliau bermusyawarah dengan para sahabatnya di perang khandak, beliau pernah berniat hendak melakukan perdamaian dengan suku ghatafan dengan imbalan sepertiga hasil buah madinah agar mereka tidak berkomplot dengan Quraisy. Tatkala utusan anshar menolak, belia menerima penolakan mereka dan mengambil pendapat mereka. Di Hudaibiyah Rasulullah r bermusyawarah dengan ummu Salamah ketika para sahabatnya tidak mau bertahallul dari ihram, dimana beliau masuk menemui ummu Salamah, beliau berkata, "manusia telah binasa, aku menyuruh mereka namun mereka tidak ta'at kepadaku, mereka merasa berat untuk segera bertahallul dari umrah yang telah mereka persiapkan sebelumnya," kemudian ummu Salamah mengusulkan agar beliau bertahallul dan keluar kepada mereka, dan beliau pun melaksanakan usulannya. Begitu melihat Rasulullah bertahallul, mereka langsung segera berebut mengikuti beliau.
            Rasulullah r telah merumuskan musyawarah dalam masyarakat muslim dengan perkataan dan perbuatan, dan para sahabat dan tabi'in para pendahulu umat ini mengikuti petunjuk beliau, sehingga musyawarah sudah menjadi salah satu ciri khas dalam masyarakat muslim dalam setiap masa dan tempat.

2)      Musyawarah fleksibel
            Dalam masyarakat muslim seorang penguasa dalam melaksanakan tugas kenegaraan harus berkonsultasi dengan para ulama, orang-orang yang berpengalaman, dan bisa juga ia membentuk majlis syura, yang tugasnya mempelajari, meneliti, dan menyampaikan pendapat dalam hal-hal yang dibolehkan berijtihad oleh syari'at. Ini semua dalam rangka mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah r, dimana ketika orang-orang bijak yang mewakili rakyat di madinah, ketika mereka berkumpul di sekitar beliau dan mereka semua adalah sahabat, Rasulullah bermusyawarah dengan mereka tentang hal-hal yang tidak ada wahyu dan nash, memberikan kebebasan kepada mereka untuk berbicara dan berbuat dalam urusan keduniaan; karena mereka lebih pengalaman dahal hal ini, dan arti (keduniaan) di sini adalah tidak berkaitan dengan hukum syari'at atau masyarakat, akan tetapi bekaitan dengan pengalaman ilmiah, seperti seni berperang, menggarap tanah, memelihara buah-buahan dan seterusnya, di zaman kita sekarang ini bisa kita namakan, murni urusan keilmuan, dan urusan praktek amaliah, Rasulullah memberikan kebebasan kepada mereka untuk berbuat dalam hal-hal ini dengan mengatakan: "kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian."
Islam mengakui prinsip musyawarah dan mengharuskan penguasa melaksanakannya, ia melarang sikap otoriter dan diktator, menyerahkan kepada manusia untuk menentukan bagaimana cara melaksanakan musyawarah, untuk memberikan keluwesan dan memperhatikan perubahan situasi dan kondisi, oleh karena itu musyawarah bisa dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan berbagai cara sesuai dengan masa, bangsa dan tradisi, yang penting pelaksanaan pemerintahan dimulai dari pemilihan presiden kemudian membuat garis-garis besar haluan negara, dengan menyertakan rakyat dan seluruh umat atau yang mewakili mereka, yaitu yang dinamakan ahlul halli wal aqdi, dimana kekuasaan pemerintah dibatasi oleh dua hal, yaitu syari'at dan musyawarah, yakni dengan hukum Allah dan pendapat umat.
Ini merupakan fleksibelitas dalam mengaplikasikan musyawarah dalam masyarakat muslim, dan inilah bidang bagi para mujtahid, orang-orang yang punya ilmu dan pengalaman dalam membuat undang-undang Islam, yang menghalangi penyimpangan para penguasa dan keberanian para tiran dalam melanggar hak Allah dalam kedaulatannya, dan hak manusia dalam menghambakan diri padaNya.
            Penjamin utama dalam merealisasikan ini semua adalah kesadaran rakyat terhadap wajibnya melaksanakan hukum Allah, dan hanya menghambakan diri padaNya, dengan menjauhkan diri dari pengagungan atau pengkultusan terhadap golongan atau individu dalam bentuk pemimpin atau raja atau pahlawan, karena ini semua bertentangan dengan akidah tauhid, dan merupakan bahaya yang sangat besar apabila masyarakat sampai kepada pengkultusan ini dimana seseorang merasa hina di hadapan pemimpin yang cerdas, atau penguasa satu-satunya, atau raja yang mulia, atau partai yang berkuasa, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk berhala yang menyerupai syi'ar ibadah, dan menjatuhkan manusia kepada kesyirikan baik mereka meyadari atau tidak, dan ini semua tidak boleh terjadi dalam masyarakat muslim yang disinari oleh petunjuk al-Qur'an dan hadits.

B.     Menegakkan Keadilan
Al-Quran memerintahkan kita supaya berlaku adil dalam mengucapkan kata-kata terhadap siapa pun. dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil(Q.S.6: 152). Apa yang dimaksud dengan keadilan kata-kata?
Keadilan kata-kata, kata Khalid Muhammad Khalid, bererti jangan hendaknya kata-katamu sampai menyakiti hati tanpa memperdulikan siapakah orangnya; walupun kata-kata itu benar dan nyata sebagaimana halnya cacat dan keganjilan yang terdapat pada diri seseorang, maka kata-kata yang demikian itu bererti memperkosa keadilan dan berusaha menyingkirkan keadilan. (Khalid, 1984: 155)
Ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Nabi, Bagaimana kiranya kalau yang saya katakan itu memang benar-benar ada padanya?. Beliau menjawab: Kalau memang benar bererti engkau mengumpat; bila tidak, maka engkau berdusta. (Muslim) Dalam kesempatan lain Rasul memperingatkan bahawa, Orang muslim itu ialah orang yang selamat kaum muslimin daripada kejahatan lidahnya dan tangannya. (Muttafaqun alaih). Menyakiti orang lain dengan tangan adalah perbuatan aniaya, begitu juga menyakiti orang lain dengan lidah, -itu pun perbuatan zalim. Ini melanggar prinsif keadilan. Itulah sebabnya Rasul melarang membicarakan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan seseorang, walaupun apa yang kita perkatakan itu benar-benar ada dan terdapat padanya, yang dalam istilah agama disebut ghibah (mengumpat). Tentu saja dalam hal ini ada pengecualian; Misalnya menjelaskan ciri-ciri seseorang kepada orang yang belum kenal dan belum pernah berjumpa dengannya, atau menyebut keburukan seseorang kerana untuk mengambil pelajaran (Itibar) daripadanya, atau untuk memberikan kesaksian dimuka mahkamah, dan sebagainya. (An-Nawawi,II: 413). Ini dibolehkan dalam agama; kerana yang demikian itu memang sudah pada tempatnya pula kita melakukannya dan itu pun termasuk juga kedalam adil. Bukankah adil itu meletakkan sesuatu pada tempatnya, sebagaimana didefinisikan orang?
Ketika Allah memerintahkan kepada Nabi Daud as. untuk memutuskan perkara diantara manusia, Ia berkata: Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah (Q.S.38: 26). Didalam ayat itu ada dua hal yang mesti diperhatikan: pertama, mengambil keputusan hukum dengan adil; dan kedua, jangan mengikuti hawa nafsu. Ini diperingatkan oleh Allah swt , kerana seringkali penguasa memerintah dan menetapkan hukum atas dasar seleranya peribadi (hawa nafsu), sehingga menimbulkan ketidakadilan.
Sebenarnya ayat diatas tidak menyebut istilah adil, melainkan al-haq yang lebih sering diterjemahkan dengan kebenaran (fahkum baynan-Nasi bil-haq). Tetapi yang dimaksud dengan al-haq  -dalam konteks hukum- memang adil itu. Itulah sebabnya Team Penterjemah Al-Quran dan Terjemahannya serta mufassir lain, menafsirkan al-haq tadi dengan adil. Jadi, keadilah hukum itu adalah mengikuti dan menetapkan perkara dengan kebenaran. Adil dalam ayat tersebut (atau al-haq) dipertentangkan dengan hawa nafsu; maka tindakan tidak adil itu adalah tindakan yang mengikuti hawa nafsu. Dalam bahasa ilmiah sekarang, hawa nafsu itu adalah egoisme, kepentingan peribadi atau golongan, atau subyektivisme.(Rahardjo, 1994:23).
Bila untuk standar keadilan hukum Allah swt.  menggunakan kata al-haq (kebenaran), maka untuk standar keadilan kata-kata Allah menggunakan istilah Qawlan Sadidan, sebagaimana yang terdapat pada ayat: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah qawlan sadidan, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.(Q.S.33:70-71).
Apa arti Qawlan Sadidan? Al-Quran dan Terjemahannya menafsirkan dengan perkataan yang benar. Ini sejalan dengan Dr. Taqi-ud-Din Al-Hilali dan Dr. Muhammad Muhsin Khan, dari Islamic University Al-Madinah Al-Munawwarah, yang menterje-mahkannya kedalam Bahasa Inggeris sebagai the truth. Sedangkan  Ibnu Katsir menjelaskan makna qawlan sadidan itu dengan: ay mustaqman l Iwijja fhi wal inhirf (iaitu perkataan yang lurus, tidak berbelit-belit, dan tidak ada padanya penyelewengan makna).
Jika pada ayat diatas kita diperintahkan supaya mengucapkan qawlan sadidan, maka pada ayat lain kita dilarang mengatakan Qawlaz-Zur. maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah qawlaz-Zur.(Q.S.22:30). Qawlaz-Zur oleh Al-Quran dan Terjemahannya ditafsirkan dengan perkataan-perkataan dusta, atau lying speech seperti yang diterjemahkan oleh Al-Hilali dan Khan. Dr. Muhammmad Hasan Al-Himshi menjelaskan maksud Qawlaz-zur itu sebagai qawlal-bathili wal-kazibi al-qobih (perkataan yang bathil dan bohong lagi keji). Maka Qawlan Sadidan bertentangan dengan Qawlaz-Zur.
Al-Qur'an mengatakan bahwa berbicara yang benar, menyampaikan pesan-pesan yang benar adalah prasyarat untuk kebaikan (kemashlahatan) amal perbuatan dan perilaku kita di dunia ini. Kalau kita ingin menjadi orang yang baik, maka perbaikilah lebih dahulu kata-kata yang kita ucapkan, berbicaralah dengan benar dan jujur. Bila kita ingin memperbaiki masyarakat, kita harus menyampaikan pesan yang benar. Dengan perkataan lain, masyarakat akan menjadi rosak bila pesan komunikasi tidak benar, bila orang menyembunyikan kebenaran, bila orang menebar fitnah, dan bila orang tidak lagi memperhatikan moral dalam berbicara, dan sebagainya.


C.    Amar Ma'ruf Nahi Mungkar
1.      Al-Ma’ruf merupakan ismun jami’ (kata benda yang mencakup) tentang segala sesuatu yang dicintai ALLAH SWT baik perkataan, perbuatan yang lahir maupun batin yang mencakup niat, ibadah, struktur, hukum dan akhlaq. Dan disebut ma’ruf karena fitrah yang masih lurus dan akal yang sehat mengenalnya dan menjadi saksi kebaikannya. Dan makna amar ma’ruf adalah berdakwah untuk melaksanakannya dan mendatanginya dengan disemangati.
2.      Al-Munkar adalah ismun jami’ yang mencakup segala sesuatu yang dibenci Allah dan tidak diridhai-NYA, baik berupa perkataan, perbuatan yang lahir maupun yang batin, termasuk di dalamnya syirik, penyakit-penyakit hati, menyia-nyiakan ibadah, perbuatan yang keji, dll. Dan disebut munkar karena fitrah yang lurus dan akal sehat mengingkarinya, bersaksi atas keburukannya, bahayanya dan kerusakannya. Dan makna nahi munkar adalah mencegah manusia dari mendatangi dan melakukannya dengan menjauhkan darinya menghal-halangi darinya dan memotong sebab ke arahnya.

Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Hukumnya adalah wajib, berdasarkan dalil-dalil berikut :
1.      Ada Perintah yang Tegas baik Secara Tersurat maupun Tersirat
Adapun perintah yang tegas dan tersurat adalah firman ALLAH SWT: “Maka hendaklah ada diantara kalian satu kelompok yang mengajak pada kebaikan dan memerintahkan yang ma’ruf serta mencegah dari kemungkaran, maka mereka itulah orang-orang yang berbahagia.” Para mufassir menyatakan bahwa kata min dalam ayat itu bukan bermakna li tab’id (menunjukkan sebagian) melainkan bermakna lit tabyin/lil bayan (memperkuat/menjelaskan), hal-hal ini diperkuat dengan akhir ayat yang menegaskan bahwa yang berbahagia adalah yang melakukannya. Juga hadits nabi SAW: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran di antara kalian maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, dan apabila tidak mampu maka hendaklah diubahnya dengan lisannya dan jika ia tidak mampu maka hendaklah diubahnya dengan hatinya, tetapi itu adalah selemah-lemah iman.” Komentar nabi SAW pada orang yang hanya mampu melakukannya dengan hati sebagai itu adalah selemah-lemah iman merupakan penguat kedua akan wajibnya amar ma’ruf nahi munkar.
Adapun perintah yang jelas namun tersirat ada pada firman Allah SWT: “Kalian adalah ummat terbaik yang dilahirkan manusia karena memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.” Penyebutan amar ma’ruf nahi munkar sebelum beriman pada Allah menunjukkan urgensinya. Dalam hadits nabi SAW disebutkan: “Sesungguhnya manusia jika mereka melihat kemungkaran lalu ia tidak mengubahnya maka hampir-hampir saja Allah mengazab mereka semua.”

2.      Karena Risalah Nabi SAW Merupakan Nabi dan Rasul Terakhir
Artinya bahwa risalah nabi SAW merupakan risalah yang terakhir dan mencakup seluruh alam ini sampai hari Kiamat, sehingga semua manusia terkena hukum tersebut dan wajib mengamalkannya. Oleh karenanya diperlukan penjelasan tentang apa-apa yang telah ditunjukkan oleh risalah tersebut tentang hal-hal-hal-hal yang baik dan ancaman dari hal-hal yang buruk sampai hari Kiamat kelak.

3.      Secara Umum Berdasarkan Kaidah Saling Tolong-menolong
Secara umum berdasarkan kaidah saling mendukung, saling membantu di antara anggota masyarakat, maka wajib bagi setiap anggotanya berusaha untuk kemaslahatan dirinya dan kemaslahatan orang-orang lainnya, serta berusaha sungguh-sungguh untuk mencegah keburukan baik yang akan menimpa dirinya ataupun orang lain. Maka amar ma’ruf nahi munkar merupakan 2 cara untuk menjaga kewajiban tersebut, oleh karenanya maka keduanya menjadi wajib juga berdasarkan kaidah ushul fiqh apa-apa yang tidak akan sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka ia menjadi wajib pula.

D.    Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin
Allah Pemimpin orang-orang yang beriman;Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.Dan oarang-orang yang kafir,pemimpin-pemimpin mereka adalah thaghut,yang mengeluarkan meraka dari cahaya kepada kegelapan.Mereka itu adalah penghuni neraka.Mereka kekal didalamnya." (Q.S..AL-Baqarah 2:257).
Azh-zhulumat (kegelapan) dalam ayat di atas adalah simbol dari segala bentuk kekufuran,kemusyrikan,kefasikan dan kemaksiatan.Atau dalam bahasa sekarang azh-zhulumat adalah bermacam-macam ideologi dan isme-isme yang bertentangan dengan ajaran islam seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme, hedonisme dan lain sebagainya. Sedangkan an-Nur adalah simbol dari ketauhidan,keimana,ketaatan dan segala kebaikan lainnya.
At-thaghut
adalah segala sesuatu yang di sembah (dipertuhan) selain dari AllahSWT dan dia suka di perlakukan sebagai Tuhan tersebut.Menurut sayyid Qutub, Thaghut adalah sesuatu yang menentang kebenaran dan melanggar batas yang telah di gariskan oleh Allah SWT untu hamba-Nya.Dia bisa berbentuk pandangan hidup,peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah SWT.
Secara operasioanla kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh rasulullah saw,dan sepeninggal beliau kepemimpinan itu dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman.Hal itu dinyatakan di dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah,Rasul-Nya,dan orang-orang yang beriman,yaitu yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat,seraya mereka tunduk (kepada Allah)." (QS.Al-Maidah 5:55)

Kriteria Pemimpin
Pemimpin umat atau dalam ayat diatas disitilahkan dengan waliy dan dalam ayat lain (QS.AN-Nisa'4:59) disebut dengan ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah saw setelah beliau meninggal dunia.Sebagai Nabi dan rasul,Nabi Muhammad saw tidak bisa digantikan,tapisebagai kepala negara,pemimpin,ulil amri tugas beliau dapat digantikan.
Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus memenuhi empat kriteria sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 55 di atas.

1.      Beriman kepada Allah SWT
Karena ulil amri adalah penerus kepemimpinan rasulullah saw,sedangkan Rasulullah sendiri pelaksana kepemimpinan Allah SWT,maka tentu saja yang pertama sekali harus dimiliki oleh penerus kepemimpinan beliau adalah keimanan (kepada Allah,Rasul,dan rukun iman yang lainnya).Tanpa keimanan kepada Allah dan rasul-Nya bagaimana mungkin dia dapat diharapkan memimpin umat menempuh jalan Allah di atas permukaan bumi ini.

2.      Mendirikan Shalat
Shalat adalah ibadah vertikal lansung kepada Allah SWT.Seorang pemimpin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertikal yang baik denga Allah SWT.Diharapkan nilai-nilai kemuliaan dan kebaikan yang terdapat di dalam shalat dapat tercermin dalam kepemimpinannya.Misalnya nilai kejujuran .

3.      membayar Zakat
Zakat adalah ibadah mahdhah yang merupakan simbol kesucian dan kepedulian sosial.Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu berusaha mensucikan hati dan hartanya.Dia tidak akan mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal.Dan lebih dari pada itu dia memiliki kepedulian sosial yang tinngi terhadap kaum dhu'afa dan mustadh'afin.

4.      Selalu Tunduk patuh Terhadap Allah SWT
Dalam ayat di atas disebutkan pemimpin itu haruslah orang-orang yang selalu ruku' (wa hum raki'un) .Ruku' adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah dan rasul-Nya yangsecara konkret dimanefestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kafah(total),baik dalam aspek aqidah,ibadah,akhlaq maupun mu'amalat.Aqidahnya benar (bertauhid secara murni dengan segala konsekuensinya,bebas dai segala bentukkemusyrikan), ibadahnya tertib dan sesuai tuntunan Nabi,akhlaqnya terpuji (shidiq,amanah,adil,istiqamah dan sifat-sifat mulia lainnya) dan mu'amalatnya (dalam seluruh aspek kehidupan) tidak bertentangan dengan syariat Islam.
BAB II
KESIMPULAN


Dari pembahasan tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Islam mengakui prinsip musyawarah dan mengharuskan penguasa melaksanakannya, ia melarang sikap otoriter dan diktator, menyerahkan kepada manusia untuk menentukan bagaimana cara melaksanakan musyawarah, untuk memberikan keluwesan dan memperhatikan perubahan situasi dan kondisi, oleh karena itu musyawarah bisa dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan berbagai cara sesuai dengan masa, bangsa dan tradisi, yang penting pelaksanaan pemerintahan dimulai dari pemilihan presiden kemudian membuat garis-garis besar haluan negara, dengan menyertakan rakyat dan seluruh umat atau yang mewakili mereka, yaitu yang dinamakan ahlul halli wal aqdi, dimana kekuasaan pemerintah dibatasi oleh dua hal, yaitu syari'at dan musyawarah, yakni dengan hukum Allah dan pendapat umat.
Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus memenuhi empat kriteria sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 55 di atas.
1.      Beriman kepada Allah SWT
2.      Mendirikan Shalat
3.      membayar Zakat
4.      Selalu Tunduk patuh Terhadap Allah SWT


DAFTAR PUSTAKA


DR. Rosihon Anwar, M.Ag, Akidah Akhlak, Pustaka Setia. Bandung, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar